BPHN.GO.ID - Manado. Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) selalu menarik perhatian khalayak luas. Pro dan kontra seringkali muncul khususnya berkaitan dengan substansi atau norma pengaturan baru yang dinilai punya potensi merugikan masyarakat. Memasuki usia pembahasan ke-59 tahun, sudah sepatutnya pro dan kontra dalam pembaharuan RUU KUHP berubah menjadi diskusi yang konstruktif.

Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI, Prof R Benny Riyanto, mengatakan penyusunan RUU KUHP yang sudah melebihi usia separuh abad ini ternyata masih menyisakan sejumlah pro dan kontra khususnya berkaitan dengan pasal-pasal krusial yang belakangan menjadi perhatian publik. Padahal tidak sekali pun, pemerintah menutupi proses penyusunan, bahkan telah membuka ruang partisipasi yang sangat luas untuk menampung berbagai pandangan maupun gagasan yang memperkaya substansi pengaturannya.

“RUU KUHP telah disusun selama lebih dari 50 tahun dan telah melibatkan ahli-ahli hukum pidana seperti Prof Sudarto, S.H., Prof. Mr. Roeslan Saleh, Prof. Mardjono Reksodiputro, hingga Prof Muladi yang telah mencurahkan buah pikirannya ke dalam draf RUU,” kata Kepala BPHN, dalam sambutannya pada acara Diskusi Publik RUU KUHP yang ke-11, Kamis (3/6) di Hotel Four Points Manado – Sulawesi Utara.

Dalam perjalanannya, lanjut Kepala BPHN, penyusunan RUU KUHP telah melibatkan berbagai lapisan masyarakat meliputi kalangan akademisi termasuk mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, Aparat Penegak Hukum (APH) serta unsur-unsur relevan lainnya. Pemerintah tak menampik, sewaktu akan digelar rapat paripurna Pengesahan RUU KUHP tahun 2019 silam, ada beberapa isu krusial
Berangkat dari situasi tersebut, masih kata Kepala BPHN, Kementerian Hukum dan HAM RI selaku pemrakarsa RUU KUHP berkomitmen untuk memberikan gambaran yang terang mengenai substansi pengaturan sekaligus menjawab tentang isu krusial yang mengemuka beberapa waktu belakangan. Sepanjang semester I tahun ini, Kementerian Hukum dan HAM RI telah menggelar 11 kali diskusi publik yang tersebar di berbagai kota, termasuk di kota Manado dengan harapan dapat menjaring masukan sekaligus mengakomodir berbagai kekhususan di setiap daerah untuk memperkaya substansi pengaturan.

“Segala jenis kontribusi, baik dalam bentuk pertanyaan maupun saran akan kami catat sebagai masukan-masukan demi terbentuknya RUU KUHP yang lebih baik.” Kata Kepala BPHN.

Mengamini Kepala BPHN, Wakil Menteri Hukum dan HAM RI Prof Eddy OS Hiariej mengatakan, kondisi negara Indonesia yang multikultur dan multietnik diakuinya cukup menyulitkan bagi Tim Perumus dan Tim Penyusun untuk mengakomodir berbagai kekhususan dan keunikan tersebut menjadi pengaturan yang bersifat nasional. Perjuangan bangsa kita memiliki RUU KUHP sendiri, harus tetap dilanjutkan. Sebab, RUU KUHP ibarat simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat serta menjunjung tinggi prinsip nasionalisme dan mengapresiasi partisipasi masyarakat.

“Pemerintah membuka ruang diskusi seluas-luasnya. Sumbangsih pemikiran akan dicatat sebagai gagasan dan masukan yang amat sangat berharga,” pungkas Wamenkumham. (Humas BPHN)

Share this Post