BPHN.GO.ID – Jakarta. Dogma yang berlaku pada sistem peradilan pidana saat ini memiliki kecenderungan prison-oriented atau dalam menyelesaikan masalah kejahatan selalu berujung pada pemenjaraan. Konsepsi penjara sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) kini telah bergeser menjadi premium remedium (upaya utama). Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Prof. Mahfud MD, dalam sambutannya di acara Upacara Peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan Ke-57 Tahun di Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM pada Selasa (27/04).

“Secara kultur, penjara diidentikkan sebagai perwujudan dengan pelembagaan reaksi formal masyarakat terhadap kejahatan. Kemudian pertanyaannya, reaksi masyarakat yang mana? Saat ini masyarakat kita belum tercerahkan, mereka masih terperangkap mindset punitif sehingga reaksi-reaksi seperti pemberian derita, penjeraan, penyiksaan, atau bahkan pembinasaan adalah ekspektasi yang mereka harap terwakili oleh institusi Lembaga Pemasyarakatan,” kata Mahfud MD.

Pemasyarakatan merupakan sebuah tools Nation Building dan character building sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Presiden Soekarno pada Konferensi Lembang tahun 1964. Ini adalah semangat yang mengandung makna bahwa Pemasyarakatan dituntut untuk mampu membangun kapasitas pribadi para pelanggar hukum agar menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam pendekatan sistem Pemasyarakatan, membangun kapasitas tersebut dilaksanakan melalui pembinaan yang berkesinambungan, sistematis, dan terarah dengan mengedepankan perlakuan yang manusiawi dan menghormati hak-hak mereka sebagai manusia.

Pentingnya Akselarasi Adaptasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Selain itu, Mahfud MD juga menyampaikan bahwa pada tahun 2020-2021 adalah tahun yang benar-benar unpredictable. Perhatian dunia global terdistraksi oleh bagaimana cara menghadapi pandemi Covid-19 yang berdampak besar pada seluruh aspek berbangsa dan bernegara. Kita tidak bisa lagi menggunakan pola-pola lama dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintahan. Perlu dilakukan adaptasi terhadap pergeseran yang fundamental. Bahkan kita juga perlu melakukan akselerasi untuk melakukan percepatan-percepatan, dan tentunya penggunaan teknologi adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dinafikan lagi untuk mendukung kebutuhan tersebut.

“Kebijakan 3 Kunci Pemasyarakatan Maju adalah sebuah adaptasi dan akselerasi dalam penanganan gangguan keamanan serta peredaran gelap narkotika yang masih marak terjadi di Lapas/Rutan. Upaya deteksi dini, pemberantasan peredaran narkoba dan sinergitas dengan aparat penegak hukum adalah rumus yang tidak bisa ditawar lagi. Kita harapkan kebijakan ini menjadi titik balik untuk berbenah dan memperbaiki diri agar hal-hal negatif yang selalu penuh menjejali ruang pemberitaan publik dapat kita akhiri. Pada akhirnya, penguatan peran institusi Pemasyarakatan mampu mengukuhkan eksistensinya dalam penegakan hukum di Indonesia,” tutur Mahfud MD.

Hari Bakti Pemasyarakatan yang dilaksanakan setiap tanggal 27 April, merupakan sebuah refleksi perjalanan Pemasyarakatan dalam menjalankan tugas dan fungsi Pemasyarakatan melalui sebuah Sistem Pemasyarakatan. Dalam kurun waktu setelah 27 April 1964, sejarah panjang ditorehkan Pemasyarakatan dalam transformasinya dari sebuah sistem kepenjaraan menjadi sistem Pemasyarakatan.

Upacara Peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan ke-57 merupakan puncak dari serangkaian acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM. Selain upacara, Ditjen Pas juga menyajikan kegiatan seperti Lomba Logo, Donor Darah, Donor Plasma Konvalesen, Safari Ramadan, Webinar, Bakti Sosial serta acara lainnya.

Selain dihadiri oleh Menkopolhukam, acara ini juga turut dihadiri oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasiona Prof R Benny Riyanto serta para Pimpinan Tinggi Madya Unit Utama, Pimpinan Tinggi Pratama Unit Setjen, Pimpinan Tinggi Pratama Unit Ditjen Pemasyarakatan, Kakanwil DKI Jakarta dan Kakanwil Banten. Turut juga peserta yang hadir secara virtual, di antaranya Purna Bhakti Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Utama, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Divisi Pemasyarakatan, Kepala Bidang/Unit Eselon III Divisi Pemasyarakatan di Kantor Wilayah, Kepala Unit Pelaksanan Teknis Pemasyarakatan beserta jajaran lainnya. (Humas BPHN)


 

Share this Post