BPHN.GO.ID – Makassar. Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 akan segera memasuki tahap akhir. Pemerintah terus melakukan evaluasi dan di saat yang bersamaan juga melakukan persiapan penyusunan Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029. Partisipasi masyarakat dalam penataan regulasi khususnya pada tahap perencanaan menjadi penting, karena masukan dari publik dan pemangku kepentingan dibutuhkan untuk memaksimalkan capaian Prolegnas di periode berikutnya.

“Dalam penyusunan Prolegnas, salah satunya didasarkan atas aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. Oleh sebab itu, pelibatan masyarakat dalam pembentukan undang-undang merupakan hal yang harus dilakukan. Pertimbangannya karena masyarakat yang terkena dampak langsung dari pemberlakuan suatu peraturan yang dibentuk oleh DPR bersama dengan Pemerintah serta DPD,” ujar Koordinator Perencanaan Legislasi di Pusat Perencanaan Nasional BPHN Aisyah Lailiyah ketika membuka kegiatan dengar pendapat (public hearing) di Hotel Novotel Makassar Grand Shayla, Kamis (09/03/2023).

Pentingnya keterlibatan masyarakat diamini oleh Ketua Dewan Kebudayaan Kota Makassar Aminuddin Salle. Ia juga menggarisbawahi bahwa hukum Indonesia harus dirancang dengan memperhatikan hukum adat. Sebuah hukum yang menjunjung tinggi kearifan lokal dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, aspek kultur hukum harus dipertimbangkan secara serius dalam proses perancangan peraturan.

“Kita harus menggali kearifan leluhur tentang bagaimana penerapan hukum dan memberikan peran pengembangan hukum adat sebagai jati bangsa Indonesia dalam sistem hukum nasional. Hukum adat adalah jati dirinya bangsa kita. Jika hukum adat makin terkikis, masyarakat adat makin tidak ada, maka habislah bangsa kita,” tegas Aminuddin.

Sepakat dengan Aminuddin Salle, Dekan Fakultas Hukum UNHAS Achmad Ruslan mengatakan bahwa kultur hukum masuk ke dalam tiga pilar dalam teori yang disebutnya dengan ‘The Three Pillars of Quality of Legal Product’. Tiga pilar tersebut yaitu Landasan Hukum, Kultur Hukum, dan Perancangan. Metode yang digunakan dalam teori tersebut yaitu LP2K3, sebuah akronim dari Landasan Pemikiran, Peraturan, Partisipasi Masyarakat, Kepentingan, Kemampuan, dan Kultur Hukum.

Ruslan juga mengusulkan, agar setiap peraturan yang diusulkan haruslah berdasarkan ‘masalah’ yang ingin diselesaikan. Saat ini, banyak rancangan yang diusulkan ada latar belakang, tapi tidak ada masalah/persoalan yang ingin diselesaikan. Mestinya ada item tentang permasalahan apa yang akan diatasi dari suatu peraturan. Kalau tidak ada masalah yang akan diatasi, untuk apa? Buang-buang uang negara,” tambah Achmad Ruslan.

Kegiatan dengar pendapat ini merupakan bentuk aktualisasi pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, di mana masyarakat memiliki hak untuk memberikan masukan dalam setiap tahap pembentukan peraturan perundang-undangan. Diharapkan ke depannya Prolegnas tidak hanya menjadi tampungan daftar keinginan, tetapi berbasis kebutuhan. Selain itu, Prolegnas juga menjadi sarana kontrol kualitas dan kuantitas Undang-Undang agar selaras dengan agenda pembangunan hukum nasional.

Selain Achmad Ruslan dan Aminuddin Salle, turut hadir dalam kegiatan tersebut Wakil Ketua LBH Makassar Abdul Aziz Dumpa, Wakil Dekan II Fakultas Syariah & Hukum UIN Alaudin Makassar Marilang, perwakilan dari Direktur Lembaga Pendidikan Rakyat Anti Korupsi Kota Makassar serta Ketua Kamar Dagang dan Industri Sulawesi Selatan. (HUMAS BPHN)

Share this Post