BPHN.GO.ID – Jakarta. Salah satu fungsi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) adalah menyusun suatu Dokumen Pembangunan Hukum Nasional (DPHN). DPHN diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan dalam memberikan arah pembangunan hukum nasional. Pada tahun 2022 DPHN dibuat dengan berfokus persoalan “Pembinaan Hukum di Daerah”.

Kepala Pusat Analisa dan Evaluasi Yunan Hilmy menyebutkan berbagai persoalan hukum di daerah yang ditemukan selama proses menyusun DPHN menunjukkan adanya urgensi merumuskan arah pembinaan hukum di daerah ke depan. Pemberian otonomi daerah melalui konstitusi, lanjut Yunan, memerlukan banyak usaha untuk membuat otonomi daerah tersebut operasional dalam tataran pelaksanaan, membawa manfaat, dan tetap berada dalam bingkai negara kesatuan. 

“Seluruh strategi pembangunan hukum ke depan harus selalu ditujukan untuk menjaga konsistensi, koherensi, dan korespondensi antara hukum lokal dan hukum nasional. Strategi harus melalui seluruh mekanisme yang ada baik pada cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif,” kata Yunan saat memberikan sambutan kegiatan ‘Konsinyering Dalam Rangka Finalisasi Laporan Akhir Pokja Penyusunan Dokumen Pembangunan Hukum Nasional Tahun 2022: Pembinaan Hukum di Daerah’, di Cibubur, 10/11/2022.

Pada kesempatan pemberian masukan draft final DPHN, Guru besar Fakultas Hukum Universitas Veteran Wicipto menjelaskan bahwa di draft akhir DPHN perlu mempertegas perbedaan harmonisasi yang dilakukan oleh Kemenkumham di tingkat pusat dan di tingkat daerah. “Pada tingkat daerah, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) “dilibatkan”. Sedangkan pusat pengharmonisasiannya di Biro Hukum/Bagian Hukum (Pemda),” ujar Wicipto.

Wicipto menambahkan, harmonisasi di Kemenkumham semestinya sudah mencakup penilaian kesesuaian PUU dengan Pancasila. Keterlibatan kementerian/ lembaga lain seperti BPIP dapat diikutsertakan dalam proses harmonisasi, sehingga tidak perlu menambah tahapan. Indikator penilaian kesesuaian dengan Pancasila pada tahap harmonisasi perlu disusun sekonkrit mungkin dengan membumikan nilai-nilai Pancasila. “Metode penilaian kesesuaian perundang-undangan (PUU) dengan Pancasila perlu disepakati apakah harus mencerminkan seluruh kelima sila, atau cukup salah satu sila saja,” ujarnya.

Sementara Ketua Pokja DPHN Tongam menerangkan titik berat finalisasi draft DPHN ialah untuk memperkaya Bab IV. Terutama bagian substansi hukum di daerah. Hukum di daerah dipengaruhi pendelegasian kewenangan pusat, dan atribusi dengan pendekatan otonomi. 

Dalam pendekatan formil (pembentukan PUU), adanya perencanaan (Propemperda) dan dalam proses penyusunannya (harmonisasi dan fasilitasi), secara yuridis kewenangan Pemda masih mengacu kepada turunan dari UU Pemda. “Sementara UU 13/2022 memberikan kewenangan harmonisasi Perda pada Kanwil Kemenkumham. Dalam unsur kelembagaan nanti, dapat dilihat ketidakharmonisan pembentukan hukum di daerah,” sebut Tongam.

Saat ini DPHN tahun 2002 telah sampai di tahap finalisasi. Finalisasi dilaksanakan melalui kegiatan konsinyering yang mengundang narasumber guru besar hukum dari Universitas Veteran, Jakarta Prof. Wicipto, anggota kelompok kerja penyusunan DPHN, dan mitra dari kementerian/ lembaga. (HUMAS BPHN)

Share this Post